PENGURANGAN RISIKO BENCANA

Sebuah proses pemberdayaan komunitas melalui pengalaman mengatasi dan menghadapi bencana yang berfokus pada kegiatan partisipatif untuk melakukan kajian, perencanaan, pengorganisasian kelompok swadaya masyarakat, serta pelibatan dan aksi dari berbagai pemangku kepentingan, dalam menanggulangi bencana sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana. Tujuannya agar komunitas mampu mengelola risiko, mengurangi, maupun memulihkan diri dari dampak bencana tanpa ketergantungan dari pihak luar.

 

Bencana tidak bisa kita hilangkan, tetapi bisa dikurangi Risikonya. Bagi siapa saja yang ingin berbagi mengenai upaya pengurangan risiko bencana silahkan mengirim tulisan singkat dapat disertai dengan foto ke alamat email ini : edienugroho@yahoo.com tulisan & foto dalam attach file dengan mencantumkan biografi singkat. Tulisan, Foto yang ada dalam blog ini dapat di sebarluaskan tanpa perlu ijin dari penulisnya. Bagi yang ingin menggunakan segala Tulisan & Foto atau segala sesuatu yang ada dalam blog ini untuk sebuah keperluan apapun Wajib mencantumkan sumbernya ( penulis )

Translate

Bagikan ke :

Share |

Pengunjung

Senin, 12 Juli 2010

Indahnya Sebuah Mimpi di daerah Rawan Bencana

Isu yang sering dihadapi terkait bidang penanggulangan bencana adalah kinerja yang dirasakan masih belum optimal. Para pemangku kepentingan di Indonesia dirasakan belum siap menghadapi bencana, sehingga mengakibatkan masih tingginya korban jiwa maupun kerugian materil. Kordinasi dan kerjasama dalam masa menghadapi tangap darurat masih terlihat belum padu dan menyeluruh, disamping juga dalam hal pendistribusian bantuan kepada para korban, juga termasuk upaya pemulihan pasca gempa dirasakan belum optimal.



Indonesia Rawan Gempa bumi
Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api Pasifik ( The Pacific Ring of Fire) tiga lempeng tektonik dunia ini merupakan jalur rangkaian gunung api aktif yang mengepung Indonesia dari berbagai penjuru ( Potensi Gempa di sekitar garis lempeng & Gempa Tiada Akan Henti). Cinicn api Pasifik membentang diantara subduksi maupun pemisah lempeng pasifik dengan lempeng indoaustralia, lempeng Eurasia, lempeng Amerika Selatan dan lempeng Nazca yang bertabrakan dengan lempeng amerika selatan. Cincin ini membentang mulai dari pantai barat amerika selatan, berlanjut ke pantai barat Amerika Utara, melingkar ke kanada, semenanjung kamsatschka, Jepang, Indonesia, Selandia baru dan Kepulauan Pasifik Selatan. Daerah ini berbentuk seperti tapal kuda dan mencakup wilayah sepanjang 40.000 km.
Cincin Api Pasifik ( The Pacific Ring of Fire) adalah daerah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi cekungan Samudra Pasifik. Daerah ini juga sering disebut sebagai sabuk gempa Pasifik. Sekitar 90% dari gempa bumi yang terjadi dan 81% dari gempa bumi terbesar terjadi di sepanjang Cincin Api ini. Daerah gempa berikutnya (5–6% dari seluruh gempa dan 17% dari gempa terbesar) adalah sabuk Alpide yang membentang dari Jawa ke Sumatra, Himalaya, Mediterania hingga ke Atlantika. lihat di: Cincin Api Pasifik

Melihat Indonesia yang berada di Daerah Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api Pasifik, Secara Histografis Indonesia menjadi pelanggan Gempa dan Tsunami, hampir setiap hari terjadi gempa di Indonesia dengan berbagai variasi kekuatan dan kedalaman. Data dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi ( DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan ada 28 wilayah di Indonesia yang dinyatakan rawan Gempa dan Tsunami diantaranya Nanggro Aceh Darrusalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Sepanjang Pulau Jawa Bagian Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat & Timur, Kemudian Sulawesi Utara Tengah dan Selatan, Maluku Utara & Selatan, Biak, Fak-Fak di Pulau Irian jaya, Balikpapan di Kalimantan Timur.
Selain itu Menyikapi berita-berita dibawah ini
diancam gempa besar padang akan turun-1-5-meter
gempa-dasyat-di-laut-lepas-sumatera-bakal-terjadi-lagi
beberapa-pertemuan-dan-kajian-para-ahli-gempa
pertemuan-60-pakar-gempa-bumi-di-padang-24-28-agustus-2008
dan berita terkait lainnya, menyadari bahwa kita Hidup di wilayah Rawan Bencana (gempa) serta kenyataan dilapangan terhadap penanggulangan bencana, penulis berangan-angan sebuah kondisi yang menurut penulis bila terwujud akan membuat hidup kita menjadi lebih tenang walau berada di wilayah yang Rawan Bencana. Angan-angan ini entah sudah pernah diwacanakan atau belum, digulirkan atau belum, Penulis hanya mencoba untuk menterjemahkan dalam sebuah konsep yang tentunya jauh dari sempurna karena penulis bukanlah seorang ahli/ilmuwan, penulis adalah seorang warga masyarakat yang mempunyai sebuah impian yaitu suatu kondisi dimana kita bisa hidup dengan tenang walaupun berada di daerah yang Rawan Bencana. Oleh karena itu kritik, saran dan masukan serta tambahan dari pembaca sangat diharapkan untuk menambah wawasan bagi kita bersama. Dibawah ini gambaran angan-angan penulis yang dituangkan dalam bagan alur konsep PRB



BAGAN ALUR KONSEP PRB


UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
Mengacu pada kerangka aksi Hyogo, Indonesia sebagai bagian dari masyarkat dunia, telah berkomitmen untuk melaksanakan pengurangan risiko bencana. Salah satu tindakan nyata yang telah diwujudkan adalah dengan disahkannya UU no 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-undang ini menjadi landasan dalam system hukum nasional untuk Penanganan Bencana di Indonesia dan untuk penyusunan serta penetapan peraturan dibawahnya.

Berbagai upaya, baik yang dilakukan oleh Pemerintah sendiri maupun LSM, serta Perguruan tinggi, sudah dilakukan untuk mensosisalisasikan Pengurangan Risiko Bencana berbasis Masyarakat kepada masyarakat maupun Instansi Pemerintah terkait melalui berbagai macam kegiatan dan media seperti workshop, seminar/lokakarya, poster, film dokumenter, forum-forum diskusi. Hasil yang diperoleh dari upaya ini sangat beragam mulai dari Kesadaran Pasrah, yakni sikap menyerah kepada nasib, tunduk kepada yang berkuasa ( memiliki kekuasaan politik,ekonomi dan sosial ), mempertahankan tradisi dan tidak dinamis, Kesadaran pra-kritis, yakni sikap ingin tampil sebagai subyek, tidak puas dengan nasib, dan mulai mempermasalahkan keadaan yang dirasa tidak adil, hingga Kesadaran kritis-integratif, yakni sikap suka menganalisa, melihat kedepan, kehendak menentukan nasib sendiri, percaya kepada dan mau menggunakan kemampuan diri, semangat untuk mendapatkan hak dan kesempatan yang setara dan adil, semangat kerjasama yang sinergis ( saling mengisi dan melengkapi ).

Sementara itu disisi lain keberadaan lembaga donor/NGO/LSM dalam mendukung kegiatan Pengurangan Risiko Bencana berbasis Masyarakat tidak akan selamanya, Komunitas/forum di masyarakat diharapkan mampu untuk bertahan dan melanjutkan apa yang sudah dicapainya saat ini secara mandiri tanpa keberadaan lembaga donor. Peran lembaga donor secara otomatis akan tergantikan oleh stakeholder lainnya ( pemerintah, instansi terkait, swasta ) untuk mendukung kegiatan Pengurangan Risiko Bencana berbasis Masyarakat ini, padahal dengan adanya UU No 24 thn 2007 tentang Penanggulangan Bencana bisa mendukung kegiatan Pengurangan Risiko Bencana berbasis Masyarakat, sayangnya kondisi saat ini masih terdapat banyak stakeholder yang dimaksud masih belum/kurang memahami kegiatan Pengurangan Risiko Bencana berbasis Masyarakat. (lebih jauh lihat Sadar & Siapsiaga kah terhadap Bencana ? )

Isu yang sering dihadapi terkait bidang penanggulangan bencana adalah kinerja yang dirasakan masih belum optimal. Para pemangku kepentingan di Indonesia dirasakan belum siap menghadapi bencana, sehingga mengakibatkan masih tingginya korban jiwa maupun kerugian materil. Kordinasi dan kerjasama dalam masa menghadapi tangap darurat masih terlihat belum padu dan menyeluruh, disamping juga dalam hal pendistribusian bantuan kepada para korban, juga termasuk upaya pemulihan pasca gempa dirasakan belum optimal.(lebih jauh lihat kebijakan-penanganan-bencana-gempa-di-indonesia )

Advokasi / penekanan perlu dilakukan untuk mempercepat terwujudnya Regulasi dan kebijakan serta implementasi pada tingkat dibawahnya.



Merubah Mind Set/ Perubahan Paradigma
Bahwa bencana mulai diteropong dari berbagai disiplin ilmu. pada awalnya perspektif yang diterapkan pada ilmu teknik seperti geolgi, namun kemudian merambah ke ranah ilmu sosial, politik dan hukum, studi pembangunan, ilmu kesehatan serta psikologi.
Perubahan pemahaman sebab-sebab bencana menyebabkan terjadinya perubahan yang paling signifikan, yaitu pandangan terhadap bencana itu sendiri. Bencana bukan lagi dianggap sebagai kedaruratan dan hanya menangani apa yang telah terjadi, melainkan kejadian yang dapat diprediksi dan diminimalisir kerugiannya. Pandangan baru tersebut menggiring pengaruh terhadap berubahnya beberapa konsep yang terkait dengannya. (lebih jelas lihat Paradigma yang perlu Berubah )

Orientasi kelembagaan penanggulangan bencana di Indonesia yang masih lebih terarah pada penanganan kedaruratan dan belum pada aspek pencegahan serta pengurangan resiko bencana. Dengan di berlakukannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang mengamanatkan dibentuknya badan independen yang menangani bencana. Dengan berdirinya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPN) di tingkat pusat dan di tingkat provinsi serta kabupaten/kota, upaya penanggulangan bencana dapat dilaksanakan lebih terarah terpadu dan menyeluruh. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 ini memang telah dirasakan merubah paradigma penanggulangan bencana dari responsive ke preventif , tetapi dalam pelaksanaan masih sedikit program-program pengurangan resiko bencana yang terencana dan terprogram.
Perubahan paradigma penanggulangan bencana dari responsive menuju preventif (lebih jelas lihat Sadar & Siapsiaga kah terhadap Bencana ? ) berupa pengurangan resiko bencana yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana masih menghadapi tantangan. Terkait upaya untuk merubah paradigma tersebut adalah tantangan berat buat BNPB untuk dapat kiranya merumuskan agar segera kiranya mewajibkan bagi daerah/kabupaten/kota memiliki badan tersendiri. Pembentukan badan di daerah mengacu kepada Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 tahun 2008 Tentang Pedoman Pembentukan Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 tahun 2008 Tentang Pedoman Organiasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Berdasarkan Pasal 2 Permendagri jelas mengintruksikan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dibentuk di setiap provinsi dan juga dapat dibentuk di kabupaten/kota. Pembentukan BPBD tingkat provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan Perda atau Peraturan Kepala daerah. Hingga saat ini belum seluruh provinsi melaksanakan ketentuan di atas dan hanya sedikit kabupaten/kota yang memiliki badan ini. Pembentukan badan-badan penanggulangan bencana ini akan menjamin tertanganinya isu penanggulangan bencana dengan baik, terarah, terpadu, menyeluruh efektif dan efisien. (lebih jauh lihat kebijakan-penanganan-bencana-gempa-di-indonesia)

Kata kunci dari perubahan mind set/Perubahan Paradigma adalah kesadaran.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya sebuah upaya dari masyarakat itu sendiri untuk mengurangi risiko bencana diwilayahnya. Kesadaran yang harus dilahirkan bukan dibuat atau diciptakan. Kesadaran yang lahir akan dirawat, dijaga dan dibesarkan dengan baik. Kesadaran ini pun perlu juga dilahirkan oleh para stakeholder yang ada ( Pemerintah , Instansi-instansi terkait, Swasta dll). Kesadaran untuk mendukung secara aktif upaya swadaya dari masyarakat dalam rangka mengurangi risiko bencana yang secara tidak langsung membantu Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana di wilayahnya.
Mencermati setiap tahapan lahirnya sebuah kesadaran baik dimasyarakat maupun para stakeholder dalam Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat ini yang dimulai dari Kesadaran Pasrah, yakni sikap menyerah pada nasib, tunduk kepoada yang berkuasa, mempertahankan tradisi dan tidak dinamis, menjadi Kesadaran pra-kritis yakni sikap ingin tampil sebagai subyek, tidak puas dengan nasib, dan mulai mempermasalahkan keadaan yang dirasa tidak adil, hingga akhirnya menjadi Kesadaran kritis-integratif yakni sikap suka menganalisa, melihat kedepan, kehendak menentukan nasib sendiri, percaya kepada dan mau menggunakan kemampuan sendiri, semangat untuk mendapatkanhak dan kesempatan yang setara dan adil, semangat kerjasama yang sinergis ( saling melengkapi dan mengisi), dll, memperkaya wawasan dalam memahami proses perubahan perilaku masyarakat.

Proses menuju kesadaran kritis-integratif disesuaikan dengan tingkat kesadaran warga masyarakat & para stakeholder yang ada ( Pemerintah , Instansi-instansi terkait, Swasta dll).setempat. Mencermati Proses perubahan tahapan kesadaran terjadi seiring dengan berjalannya waktu, Tidak samanya pencapaian tahapan tingkat kesadaran warga masyarakat & para stakeholder yang ada ( Pemerintah , Instansi-instansi terkait, Swasta dll).setempat adalah sebuah dinamika yang pasti terjadi, pemahaman terhadap hal ini membantu dalam strategi untuk “ mempermudah “ menjalankan program Pengurangan Risiko Bencana diwilayah itu.


Perubahan paradigma melalui “Pendidikan Kebencanaan” untuk meningkatkan kapasitas pelaku Pengurangan Risiko Bencana baik di tingkat Masyarakat maupun Pemerintah/pemangku kepentingan/instansi terkait dalam rangka membangun Kesiapsiagaan terhadap bencana


Masyarakat /Komunitas bagian dari PRB
Apa yang harus dilakukan untuk membangun “kesiapan”? Pertama, perlunya suatu “peta ancaman”, yakni hasil kajian yang didukung Negara, untuk memberikan gambaran utuh mengenai sebaran potensi gempa bumi, berikut perkiraan mengenai kekuatan, daya rusak dan akibat-akibat lain yang dapat ditimbulkan. Informasi ini memang bisa dipergunakan dengan bijak, agar kita punya road map yang jelas untuk mengurangi jumlah korban yang bakal jatuh. Dalam hal ini kita juga tidak perlu mengabaikan kearifan local, karena di berbagai negeri, kearifan local, juga memberi sumbangan penting dalam memprediksi ancaman bencana.
Kedua, tidak terhindarkan perlunya system peringatan dini yang lebih baik, akurat, cepat dan sampai. Sistem ini bukanlah suatu system yang terpisah dari masyarakat. Justru system ini harus menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, agar system berjalan di atas rasa saling percaya, saling menjaga dan saling bekerjasama. Oleh sebab itulah, kesadaran sadar bencana menjadi sangat penting, karena tanpa adanya partisipasi aktif dari masyarakat, amat mustahil system peringatan dini akan berfungsi sebagaimana yang diharapkan.
Ketiga, membangun kesadaran sadar bencana sebagai suatu bentuk membangun kultur siap menghadapi bencana. Tentu diperlukan sejumlah pengetahuan yang disosialisasikan kepada masyarakat, agar mereka mengetahui apa makna informasi prediksi bencana, makna system peringatan dini, dan berbagai langkah standar dalam keadaan darurat. Disinilah pentingnya kesiapan berbasis masyarakat, karena hanya dengan kekuatan masyarakat, yakni kekuatan yang didasarkan pada nilai-nilai kearifan local, sikap saling percaya, sikap saling hormat dan kesediaan bekerjasama dalam situasi sulit (darurat), akan menjadi modal penting membangun kesiapan yang sejati. (pengarusutamaan-sadar-bencana )
Melalui kajian risiko bencana yang berbasis masyarakat akan meningkatkan kesadaran serta kewaspadaan masyarakat itu sendiri, menyiapkan masyarakat secara fisik dan psikologis terhadap kemungkinan bencana alam yang akan datang dengan merumuskan rencana aksi bersama, meningkatkan partisipasi masyarakat untuk bekerjasama dan berkoordinasi yang terpadu dengan pemerintah/instansi terkait dalam suatu wadah kerjasama sebelum, dan saat situasi tanggap darurat dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. (lebih rinci lihat PENGELOLAAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS MASYARAKAT )

Terbangunnya Sinergitas & berjejaring yang baik antara masyarakat, pemerintah dan instansi terkait lainnya mendukung terwujudnya upaya Pengurangan Risiko Bencana dalam rangka membangun Kesiapsiagaan terhadap bencana


PRB menjadi hal yang penting
Dari semua bencana yang telah kita alami, terdapat satu kata kunci yang sangat penting, yakni: kesiapan. Yakni kesiapan sebelum terjadi peristiwa, pada saat kejadian dan paska bencana. Benar bahwa berbagai upaya dalam memberikan respon cepat, serta langkah rekonstruksi dan rehabilitasi paska bencana, amat diperlukan. Berdasar pengalaman dari berbagai daerah, mulai dari Aceh, Yogya, Padang, dan daerah-daerah lain, kita telah mendapatkan semacam best practice, tentang bagaimana penanganan korban bencana dilakukan. Oleh sebab itulah kita perlu melangkah lebih jauh, kita bukan saja memutar sel otak untuk mengembangkan teknologi penanganan paska bencana, melainkan juga mempersiapkan diri secara terencana terhadap berbagai kemungkinan yang berpotensi menjadi bencana. Apa yang harus dilakukan untuk membangun “kesiapan”? Pertama, perlunya suatu “peta ancaman”, yakni hasil kajian yang didukung Negara, untuk memberikan gambaran utuh mengenai sebaran potensi gempa bumi, berikut perkiraan mengenai kekuatan, daya rusak dan akibat-akibat lain yang dapat ditimbulkan. Informasi ini memang bisa dipergunakan dengan bijak, agar kita punya road map yang jelas untuk mengurangi jumlah korban yang bakal jatuh. Dalam hal ini kita juga tidak perlu mengabaikan kearifan local, karena di berbagai negeri, kearifan lokal, juga memberi sumbangan penting dalam memprediksi ancaman bencana. (lebih jelas lihat pengarusutamaan-sadar-bencana )
Dari berbagai studi dikemukakan bahwa keberhasilan seorang pemimpin terletak pada kepiawaiannya dalam menerapkan tipe atau gaya kepemimpinan tertentu pada saat yang tepat dengan kondisi yang spesifik. Kepemimpinan pada saat penanganan bencana mutlak diperlukan untuk menunjang efektifitas dan pencapaian dari pengelolaan tersebut. Penanganan bencana memiliki beberapa fase, dimana masing masing memiliki karakteristik spesifik. Setiap fase penanganan bencana akan melibatkan banyak pihak atau stake holder. Dalam kondisi tersebut diperlukan kemampuan dari pemimpin untuk dapat mengelola secara keseluruhan berdasarkan spesifikasi daerah bencana tersebut.
Gempa besar sejak Tsunami Aceh, Padang, Yogya, Nabire, semakin menguatkan posisi Indonesia berada di wilayah rawan gempa dan menjadi wilayah yang super market gempa, sehingga tidaklah heran hamper setiap hari berdasarkan data we bsite staf khusus presiden terjadi bencana dengan skala ukuran tertentu. Wilayah yang sangat rawan gempa yakni daerah daerah yang berada dipesisir wilayah Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Di wilayah seputaran ini harusnya para pemimpin di daerah seperti Gubernur, Bupati, Walikota memahami dan mengerti prinsip prinsip kepemimpinan dalam penanganan bencana, sehingga mereka mengerti apa yang harus dan akan mereka lakukan jika terjadi bencana yang melanda daerah mereka. Sudah seharusnya para Eksekutif (Gubernur, Bupati/walikota ) meningkatkan pemahaman pemahaman mereka. Sebagai aktor utama yang terlibat langsung dalam penanganan bencana haruslah diupayakan untuk mengikuti berbagai program pelatihan yang dikemas untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan kepemimpinan dan program ini bisa saja diupayakan oleh instansi yang terkait langsung dengan penanganan bencana yang bekerjasama dengan para pakar yang berasal dari berbagai perguruan tinggi ternama. Sudah saat nya para Gubernur/Bupati/Walikota yang ada di Indonesia untuk lebih memahami posisi keberadaan daerah mereka yang rawan bencana yang bisa datang tanpa diduga, tetapi kesiapan menghadapi kondisi demikian mutlak diperlukan seorang pemimpin (lebih jelas lihat kepemimpinan-dalam-pegelolaan-bencana )
Pengurangan Risiko Bencana dimaknai sebagai sebuah proses pemberdayaan komunitas melalui pengalaman mengatasi dan menghadapi bencana yang berfokus pada kegiatan partisipatif untuk melakukan kajian, perencanaan, pengorganisasian kelompok swadaya masyarakat, serta pelibatan dan aksi dari berbagai pemangku kepentingan, dalam menanggulangi bencana sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana. Tujuannya agar komunitas mampu mengelola risiko, mengurangi, maupun memulihkan diri dari dampak bencana tanpa ketergantungan dari pihak luar. (lebih jauh lihat Ringkasan Langkah Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana secara Partisipatif di Masyarakat )
PRB adalah sesuatu hal yang Penting, menjadi sebuah kebutuhan bagi Masyarakat dan Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana.

PENDAMPINGAN YANG HOLISTIK
Ketika peningkatan kapasitas di masyarakat & pemerintah sudah dilakukan dan proses pemberdayaan komunitas juga sudah terwujud, satu hal yang memegang peranan penting bagi keberlanjutan program ini adalah pendampingan. Mengacu pada pengalaman program-program yang telah dilakukan, ketika masa program berakhir maka berakhir pula apa yang telah terbentuk/dilakukan pada program tersebut, tidak berbekas. Hal ini disebabkan tidak adanya/ kurangnya pemahaman kebutuhan akan keberlanjutan dari tujuan program tersebut, serta tidak terintegrasikannya progam ini dengan program-program pembangunan lainnya, sehingga pendampingan yang dilakukan kurang menyeluruh.

Untuk mengatasi hal tersebut pada program PRB pendampingan yang menyeluruh dan terintegrasi pada program-program pembangunan lainnya mutlak diperlukan. Terlepas siapa yang akan menjadi pendamping, Para Pendamping membutuhkan peningkatan kapasitas dalam hal ini melalui TOT, Workshop/seminar-seminar, dll. Setelah mendapatkan pelatihan diharapkan pendamping mampu mengintegrasikan, serta mengimplementasikan program pengurangan risikon bencana dalam program-program pembangunan lainnya berdasarkan kondisi sosial ekonomi dan struktur masyarakat di suatu wilayah dan mampu membangun jaringan komunikasi dan informasi serta bersinergi dengan baik antar pemangku kepentingan dan masyarakat, yang nantinya akan menjadi sebuah hasil pembelajaran dalam menghadapi situasi bencana sesuai dengan kondisi wilayah.



MEDIA MASA
Keberpihakan media masa dalam pengarusutamaan PRB menjadi salah satu kunci keberhasilan membangun Masyarakat yang Sadar & Siapsiaga terhadap Bencana. Sebagai salah satu media kampanye yang efektif dan efisien dalam hal Advokasi, Pendidikan dan Penyebaran informasi tentang Pengurangan Risisko Bencana baik melalui media eloktronik maupun non elektronik.



Semoga Impian ini dapat terwujud

Komentar :

ada 4 komentar ke “Indahnya Sebuah Mimpi di daerah Rawan Bencana”
muh. atnayir mengatakan...
pada hari 

wah...benar2 menjadi info. yg sangat menarik..., teruskan bung..! artikel2 yg di kemas menarik akan mjdkan perhatian dunia....
....mksh bget dgn ilmunya....

prb-indonesia mengatakan...
pada hari 

Terima kasih kunjungannya.. oh nya klo boleh tahu posisi anda di mana ?

Anonim mengatakan...
pada hari 

terima kasih tulisannya. saat ini saya sagat membutuhkan orang yang bisa diajak diskusi intensif. soaalnya saat ini saya ditunjuk sebagai ketua badan yang menangani persoalan kebencanaan, pp gp anssor

prb-indonesia mengatakan...
pada hari 

Untuk anonim silahkan dengan senang hati dan bila ingin bisa kirim via email spt yg tertera di running text diatas tatu hubungi fb saya.. :)dan posisi saya ada di Yogya.. boleeh tahu posisi anda di mana dan juga mohon namanya ...:))

Posting Komentar

Fase Bulan

CURRENT MOON
 

Snap Shots

Get Free Shots from Snap.com
This Blog is Made for Interest or Media Information Dissemination Campaign for Disaster Risk Reduction and Share Experiences | Made by Edie Nugroho